Sabtu, 23 Maret 2019

PENDUKUNG JOKOWI, MILITAN ATAU INTIMIDATIF..???

Pendukung Jokowi, Militan atau Intimidatif..???

Irasionalitas 

Dalam kadar tertentu, sambutan pendukung Jokowi kepada Prabowo dan Sandi ini dapat dianggap sebagai mob mentality atau mentalitas massa. Istilah ini merujuk pada bagaimana orang-orang dapat terpengaruh orang di sekitarnya untuk melakukan tindakan tertentu dengan dasar emosi, alih-alih rasionalitas.
Istilah ini kerap digunakan pada perubahan sikap individu ketika berada di dalam sebuah kelompok. Meski begitu, terminologi ini juga dapat digunakan untuk hal lain terutama yang berkaitan dengan tindakan kelompok dan irasionalitas.
Jika diperhatikan, memang ada dua unsur utama dari aktivitas pendukung Jokowi dalam mengekspresikan diri di hadapan  pendukung Prabowo atau Sandiaga. 
Pertama, mereka tampil dalam bentuk massa dan yang kedua, mereka tak menggunakan alasan rasio . Oleh karena itu, istilah mob mentality bisa digunakan untuk menggambarkan aktivitas tersebut.
Dalam politik, rasionalitas memang kerap kali dikesampingkan oleh masyarakat. Eyal Winter, profesor dari University of Leicester bahkan menyebutkan bahwa memilih adalah sesuatu yang tidak rasional dan emosi selalu dimenangkan dalam proses tersebut.
Winter menyebutkan bahwa perilaku masyarakat yang terus-menerus berdebat dan tidak bisa saling setuju, menggambarkan bahwa ada hal yang lebih dari sekadar rasionalitas. Hal ini menurutnya adalah hal yang bersifat subyektif dan terkait dengan emosi.
Secara spesifik, Pervez Hoodbhoy menggambarkan bahwa ada unsur blind faith atau keyakinan buta dalam mob mentality dalam politik . Pada titik ini, unsur keyakinan buta itu menjadi hal irasional yang memicu mob mentality.
Merujuk pada hal-hal tersebut, sikap yang ditunjukkan dalam sambutan pendukung Jokowi sejalan dengan yang dikatakan oleh Winter. Para pendukung tersebut tampak tak bisa setuju dengan kehadiran Prabowo atau Sandiaga sebagai lawan Jokowi. Memang, hal itu tidak diekspresikan dalam bentuk kekerasan, tetapi tetap saja menggambarkan sikap emosional ketimbang rasional.
Sikap yang tak bisa setuju ini juga sebenarnya dapat terkait dengan unsur blind faith. Boleh jadi, ada unsur keyakinan buta dari para pendukung tersebut kepada Jokowi, sehingga tokoh yang berlawanan akan sulit diterima oleh mereka.

Mengancam Demokrasi

Di satu sisi, sambutan pendukung Jokowi ini boleh jadi menggambarkan militansi mereka kepada kandidat yang didukung. Akan tetapi, sebenarnya jika dibiarkan terjadi terus-menerus, ada potensi jangka panjang yang berbahaya.
Sebagaimana disebut sebelumnya, ada unsur irasional yang terkait dengan keyakinan buta dalam aktivitas tersebut. Jika hal ini terjadi secara berlarut-larut, masyarakat bisa saja menjadi tidak mudah menerima perbedaan karena hanya menghendaki satu kandidat saja yang disukai.
Jika diteruskan berlarut-larut, demokrasi yang ada di negeri ini dapat berada dalam ancaman. Banyak ahli yang menyebutkan ada bahaya mob mentality bagi demokrasi. Dalam kadar tertentu, hal ini bisa memicu mobokrasi atau kerap juga disetarakan dengan oklokrasi.
Istilah oklokrasi disebut-sebut berasal dari Polybius sebelum kemudian diberi istilah informal yaitu mobokrasi. Sistem ini merujuk pada pemerintahan yang dijalankan oleh mob atau massa orang-orang. Dalam tradisi pemikiran Yunani, istilah itu digunakan untuk menggambarkan sebagai sisi buruk dari demokrasi atau pemburukan makna untuk mayoritarianisme.
Sikap para pendukung Jokowi yang irasional terhadap kehadiran Prabowo dan Sandiaga bisa berujung pada hal ini. Sebagai massa, mereka seperti mengatur-atur kandidat mana yang paling berhak untuk hadir di wilayah mereka.
Sekali lagi, memang tak ada boikot atau pengadangan, tetapi sikap mereka yang begitu ekspresif kepada Prabowo dan Sandi terkadang diartikan publik sebagai hal yang intimidatif. Apalagi, ada istilah seperti “Jokowi wae” yang seperti menggambarkan kesulitan untuk menerima perbedaan.
Di luar itu, sambutan pendukung Jokowi ini juga tergolong ironi bagi seorang pemimpin seperti Jokowi. Mantan Wali Kota Solo tersebut terlanjur dikenal dengan persona politik yang ramah dan santun. Selain itu, sebagai pemimpin sipil yang terpilih melalui proses demokrasi, Jokowi dianggap sebagai harapan bagi demokrasi di negeri ini.
Sikap para pendukung tersebut tergolong berkebalikan dengan persona politik Jokowi tersebut. Tak hanya itu, seperti disebut di atas, sikap seperti ini mengancam demokrasi, sehingga harapan demokrasi di bawah Jokowi dirusak oleh pendukungnya sendiri. Hal ini akan tambah fatal jika ternyata benar massa yang hadir adalah kelompok bayaran.
Pada akhirnya, dalam demokrasi, menerima perbedaan adalah hal yang Penting. 
Dalam konteks tersebut sikap irasional para pendukung Jokowi sulit untuk dapat dikatakan demikian. Idealnya, hal ini bisa dikikis agar demokrasi Indonesia yang dianggap menurun bisa kembali membaik. ( Dikutip dari blog : Pinter Politik )
PAPARAN INI BUKAN INGIN  BERMAKSUD MERENDAHKAN, TIDAK MENGHARGAI ATAU MELECEHKAN TEMAN2, YG BERBEDA PENDAPAT. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar